MEMAHAMI PROSES PRAPERADILAN
OLEH : HARLIANSYAH, SH. 



PENGERTIAN PRAPERADILAN

Praperadilan adalah proses sebelum peradilan, praperadilan terdiri dari dua suku kata yaitu kata pra dan kata peradilan. kata pra dalam ilmu bahasa dikenal dengan pemahaman sebelum, sedangkan peradilan adalah proses persidangan untuk mencari keadilan. 
Menurut Hartono, Pengertian Praperadilan adalah proses persidangan sebelum sidang masalah pokok perkaranya disidangkan. Pengertian perkara pokok ialah perkara materinya, sedangkan dalam praperadilan proses persidangan hanya menguji proses tata cara penyidikan dan penuntutan, bukan kepada materi pokok saja.
Di Eropa dikenal lembaga semacam itu, tetapi fungsinya memang benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. Jadi, fungsi hakim komisaris (Rechter commissaris) di negeri Belanda dan Judge d’ Instruction di Prancis benar-benar dapat disebut praperadilan, karena selain menentukan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, juga melakukan pemeriksaan pendahuluan atas suatu perkara.
Sedangkan dalam proses peradilan di Indonesia dijelaskan dalam pasal 77 KUHAP bahwa Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntuta
Kemudian pada pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang :
  1. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Namun pada sekitar bulan januari 2015 lalu, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai Tersangka atas Kasus Korupsi yang merupakan calon tunggal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Budi Gunawan tidak tinggal diam dengan hal tersebut, sehingga pada tanggal 19 Januari 2015 Budi Gunawan melalui kuasa hukumnya mendaftarkan gugatan praperadilannya hingga akhirnya gugatan tersebut diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan status tersangka Budi Gunawan menjadi batal. Praperadilan Budi Gunawan menjadi suatu cikal bakal bagi para tersangka lainnya untuk mengajukan Praperadilan.
Polemik penetapan tersangka sebagai salah satu objek praperadilan akhirnya terjawab lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan terpidana korupsi kasus proyek biomediasi PT Chevron Bachtiar Abdul Fatah yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan yang menjadi polemik terutama pasca putusan praperadilan PN Jakarta Selatan yang membatalkan status tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan (BG) oleh KPK.
Dengan keluarnya putusana MK ini maka Pasal 77 kuhap serta pasal 1 angka 10 Kuhap diubah MK dengan memasukkan penetapan tersangka masuk dalam objek Praperadilan ditambah lagi tindakan penggeledahan dan penyitaan juga masuk dalam objek praperadilan.

KEDUDUKAN PRAPERADILAN
Tentang Praperadilan Mengutip pendapat Andi Hamzah, Praperadilan adalah salah satu jelmaan dari Habeas Corpus sebagai prototype, yaitu sebagai tempat untuk mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (“HAM”) dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana. Agar terhindar dari kekuasaan yang semena-mena yang cenderung dapat disalahgunakan oleh oknum penegak hukum (abuse of power)
Pasal 78 ayat (1) KUHAP menetapkan Praperadilan sebagai pelaksana wewenang Pengadilan untuk memeriksa dan memutuskan tentang sah atau tidak sahnya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan serta tentang ganti rugi dan rehabilitasi. Dalam hal hakim praperadilan memutuskan penangkapan atau penahanan Penyidik adalah tidak sah, maka Praperadilan berwenang untuk:
  1. Memerintahkan pembebasan tersangka (Pasal 82 ayat (3) sub a) dan menentukan jumlah besarnya ganti rugi dan rehabilitasi; 
  2. Menetapkan rehabilitasi saja apabila tersangka tidak ditahan;
  3. Menetapkan penyidikan dan penuntutan (yang dihentikan) dilanjutkan; 
  4. Supaya benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, dikembalikan kepada tersangka atau kepada orang dari siapa benda itu disita. 
TENTANG WAKTU PENGAJUAN PRAPERADILAN
Waktu pengajuan PraPeradilan diatur pada Pasal 82 Ayat (1) yang berbunyi: 
·  Huruf a, dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Huruf c, pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat – lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. Huruf d, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut GUGUR. Huruf e, putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut Umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru ;
·    Praperadilan dipimpin oleh  Hakim tunggal  yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh Panitera (Pasal 78 Ayat (2) KUHAP) ;
·    Tahapan acara persidangan Praperadilan seperti persidangan pidana yakni :  Pembacaan gugatan praperadilan dari Pemohon, Jawaban dari Termohon, lalu Pembuktian surat dan saksi – saksi dari Pemohon, Pembuktian  surat dan saksi – saksi dari Termohon, pembacaan Putusan. Mengenai Alat Bukti tetap merujuk pada ketentuan Pasal 184 KUHAP dan Pasal 82 Huruf  b KUHAP terkait ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian.

PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN PRAPERADILAN
Isi putusan dan pelaksanaan putusan Praperadilan diatur pada Pasal 82 Ayat (3) yang berbunyi : 
·    Huruf a, dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing – masing harus segera membebaskan tersangka.  Huruf b, dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan. Huruf c, dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. Huruf d,  dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita ;
·     Banding atas putusan praperadilan hanya dapat dilakukan oleh Termohon (penyidik polisi atau jaksa penuntut umum) mengenai putusan praperadilan yangmenetapkan tidak sahnya penghentian Penyidikan atau penuntutan (sebagaimana diatur dalam Pasal 83 Ayat (2) KUHAP) ;

Penulis : Harliansyah, SH. (Konsultan Hukum Borneo Law Firm)
 
Sumber :
Undang-Undang 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Hukumonline.com
lawlaw

HUBUNGI KAMI

Email : borneolawfirm@gmail.com
HP : 08115123583 - 08115110746

Konsultan Hukum

- Rumah Sakit Sari Mulia ( 2016 - hingga sekarang)
- DPC Hiswana Migas Kalsel ( 2019 - hingga sekarang)
- PT. Bhineka Hasil Tambang (2018 - hingga sekarang)
- PT. Inayah Grup (2019 - 2020)
- PT Ambang Barito Nusapersada (2018 - 2019)

Total Pengunjung

services

PUBLIKASI

Categories

backk
Copyright © borneolawfirm |
|THEMES | GRAB ROYAL WEB STUDIO | BORNEO LAW FIRM : Jl Sultan Adam, Ruko No 10, RT 024, Banjarmasin Utara | Telp: 081-1511-0746